Embung Mini Tegalrejo: Oasis Kehidupan di Tengah Kekeringan

METROSEMARANG.COM, Grobogan –Siapa sangka, sebuah desa di ujung utara Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, kini menjelma menjadi pusat produksi buah-buahan berkualitas.
Semua berkat adanya embung mini Tegalrejo, sebuah proyek inovatif yang dibangun melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina bersama pemerintah Provinsi Jawa Tengah di era Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Embung mini seluas satu hektar ini dibangun pada tahun 2016 memanfaatkan lahan bengkok milik Desa Tegalrejo.
Dengan kapasitas tampung hingga 15.749 meter kubik, embung ini mampu mengairi lahan perkebunan warga hingga 70 hektar.
Awalnya, embung ini hanya dimanfaatkan untuk mengairi 20 hektar lahan perkebunan alpukat dan durian.
Namun, melihat hasil yang menggembirakan, semakin banyak petani yang tertarik untuk beralih ke budidaya buah-buahan khususnya durian dan alpukat.
Keberadaan embung mini ini tidak hanya mengubah lanskap pertanian di Desa Tegalrejo, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat.
Diketahui wilayah Tegalrejo masuk dalam kawasan pegunungan kendeng utara yang mana sebagian besar pertaniannya mengandalkan air hujan.
Embung mini di Desa Tegalrejo, Grobogan, telah mengubah hidup petani di sana. Berkat bantuan Pertamina melalui program CSR dan dukungan pemerintah, kini petani dapat menikmati hasil panen yang melimpah dari kebun buah-buahan mereka.
Awalnya, petani di sini kesulitan mendapatkan air untuk irigasi, terutama saat musim kemarau. Namun, dengan adanya embung, masalah ini teratasi. Air dari embung dialirkan melalui pipa ke seluruh lahan pertanian, sehingga tanaman seperti alpukat dan durian dapat tumbuh subur.
Air embung tidak hanya dimanfaatkan untuk mengairi perkebunan, tetapi juga mampu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar embung.
Pertamina tidak hanya membangun embung, tetapi melalui Yayasan Obor Tani juga memberikan bantuan berupa bibit buah alpukat dan durian unggul, pupuk, dan pelatihan pertanian.
Iqbal Rohman, Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur yang juga penanggungjawab pengelolaan embung mini Tegalrejo mengatakan, awalnya, petani hanya mengandalkan tadah hujan untuk pertanian.
“Dengan adanya inisiatif dari pemerintah dan Pertamina, dibangunlah embung mini yang mampu menampung air dalam jumlah besar dan bisa dialirkan ke lahan perkebunan warga,” ujarnya, Sabtu 27 Oktober 2024.

Dia menjelaskan, saat ini ada sekitar 100 orang anggota kelompok tani dan juga dari luar kelompok tani yang memanfaatkan air dari embung untuk pertanian.
Pihaknya mengatur penggunaan air secara efisien agar tidak cepat habis. Selain itu, posisi embung yang dibangun di dataran tertinggi memudahkan distribusi air ke seluruh lahan perkebunan.
Pemanfaat embung kata dia sepenuhnya untuk mengaliri perkebunan alpukat dan durian yang saat ini dikembangkan.
Awalnya hanya sedikit anggota kelompok tani yang menafaatkan bantun bibit buah alpukat dan durian. Mereka menganggap lahan di wilayahnya kurang cocok untuk pekebunan buah dan buah-buahnya tidak memiliki nilai ekonomis dibandingkan Jagung.
“Awalnya kita mendapatkan bantuan 2000 bibit Alpukat dan 1000 bibit durian. Tapi jangan yang menfaatkan, kalaupun ditanam tapi tidak dirawat akhirnya mati,” ujarnya.
Sejak awal penanaman para petani mendapatkan pendampingan dari Yayasan Obor Tani. Pendampingan dilakukan selama tiga tahun penuh.
“Tidak hanya pendampingan, petani juga mendapatkan suplay bibit, pupuk dan obat-obatan secara gratis. Itu selama tiga tahun awal,” tuturnya.
Saat ini petani yang sejak awal memanfaatkan bantuan bibit buah alpukat dan durian,sudah bisa merasakan manfaatnya. Sebagian besar petani sudah merasakan panen buah alpukat dan juga Durian. Penghasilan pun meningkat.
“Jenisnya Alpukat micky, kendil, aligator, thailand, kalau untuk durian ada musang king, montong, bawor dan lainnya,” imbuh warga RT 2 RW 2 Krajan Tegalrejo ini.
Menurut dia program bantuan pembangunan embung dan bantuan bibit buah sangat berhasil meningkatkan penghasilan para petani.
“Satu pohon alpukat misalnya, petani bisa mendapatkan hasil puluhan kilo alpukat. Bahkan ada alpukat yang ukuran besar bisa dijual dengan harga Rp30ribu per buah,” ceritanya.
Petani lain Sony Elly Fathony (45) mengaku, awal ikut bergabung menanam buah sempat mendapatkan ejekan dari petani lain.
“Kowe nandur alpukat dikroyok uler (Kamu menanam Alpukat nanti dikeroyok ulat,” kisahnya.
Ejekan itu ia jawab dengan hasil pekebunan Alpukat dan Durian yang melimpah.
Kini ia bersama ayahnya Suraji, sudah bisa menikmati hasilnya. Tanaman Alpukat dan durian yang ditanam sudah mulai panen sejak dua tahun terakhir ini.
“Alhamdulillah sudah panen, ini tadi ada pesenan Durian Montong dari orang PT Djarum kudus, nanti mau diambil,” ujarnya.
Dia mengakui, saat ini memang belum begitu maksimal. Pasalnya tanaman masih terbilang muda sehingga buahnya belum maksimal.
Ia yakin, nanti setelah tanaman berusia 10 tahun, buahnya akan maksimal.
“Lahan saya 8000 meter, saya tanami 200an Alpukat dan durian. Satu pohon alpukat kadang bisa dapat sampai Rp500 ribu,” ucapnya.
Ia menambahkan sejauh ini tidak ada kendala untuk mengairi lahan perkebunannya. Air dari embung mini Tegalrejo terus memberikan suplay air.
“Airnya memang harus giliran karena digunakan orang banyak. Sekarang kita bantu dari sumur juga,” imbuhnya.
Kisah sukses embung mini Tegalrejo memberikan inspirasi bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa. Proyek ini membuktikan bahwa dengan perencanaan yang matang, kerja sama yang baik, dan semangat gotong royong, dapat mengatasi masalah kekurangan air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.***